Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

Semur Bayam

 Tak terasa, kita sudah berada di penghujung bulan September, itu artinya besuk pagi kita memasuki bulan Oktober. Jaman dulu, orang Jawa bilang pada bulan-bulan yang berakhiran dengan "ber", itu pertanda sudah memasuki musim penghujan. Namun tampaknya hal ini sudah tidak berlaku lagi untuk keadaan saat ini, dan sudah tidak bisa dijadikan patokan. Pergantian musim sudah tak menentu, tak seteratur seperti dulu. Cuaca pun begitu.  Kadang pagi hari yang awalnya cerah, bisa saja mendadak mendung dan kemudian turun hujan. Begitu pula sebaliknya. Awan gelap karena mendung yang sudah menggantung dan diprediksi akan segera hujan, sering juga tak sesuai dengan yang diperkirakan. Beberapa hari ini cuaca di tempat tinggalku sangat panas. Pada saat seperti ini pastilah bawaannya ingin menyantap makanan dan minuman yang segar-segar seperti es campur, es buah, es dawet, jus buah, sop buah, buah-buahan segar dan makanan berkuah. Memang, makanan yang pas adalah yang berkuah semisal sayur beni

Sambal Tempe

Bagaimana kabar hari ini teman-teman? Semakin sibukkah? Baiklah, sesibuk apapun kita, jangan lupa sisihkan sedikit waktu untuk sejenak bersantai ya ! Hehe ... Eh tapi ngomong-ngomong tentang bersantai, pasti tetap kan ya harus menyiapkan makanan untuk orang-orang tersayang, khususnya keluarga?  Dalam hal menyiapkan makanan untuk keluarga ada kalanya menu kesukaan kita sendiri kadang terkalahkan. Tapi gak apa-apa sekali-kali kita bisa meluangkan waktu untuk memasak kesukaan kita sendiri.  Menu makanan apa sih yang paling kalian suka? Makanan berkuah ataukah yang kering-keringan saja? Ingin tahu masakan kesukaan saya? Hehe ...  Baiklah di sini saya akan sedikit cerita tentang salah satu menu kesukaan saya. Apakah itu? Cukup hemat dan sederhana saja kok, yaitu "Sambal Tempe". Yeah ... ini adalah salah satu menu paforit saya. Saya yakin pasti menu ini sudah tak asing lagi bukan? Sambal tempe, terdiri dari dua kata yaitu sambal dan tempe. Kita tahu sambal kan? Sambal pun ada berma

Masihkah Kita Dustakan?

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?  Bangun di pagi hari dengan tubuh yang sehat Mata masih bisa melihat Telinga masih bisa mendengar Dan mulut masih bisa bicara dengan lancar Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?  Kala lidah masih bisa merasa Hidung masih bisa menghirup udara Perut pun masih bisa mencerna Anggota tubuh bergerak dengan benar Ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang dan memutar Bergeser, maju dan mundur Menggeleng, mengangguk dengan lentur Tangan memegang, meraba, meremas dan mengepal Kaki melangkah sejengkal demi sejengkal Kanan dan kiri bergantian Tak pernah bertabrakan Mari kita tafakkuri  Syukuri atas semua karunia ini Sejak pagi hingga malam hari Saat tubuh kembali merebahkan diri Menuju ruang mimpi Tidur nyenyak sekali

Ada Apa Denganmu?

Manis, ada apa denganmu?  Sore ini eoanganmu begitu riuh mengaduh Terus menerus tiada henti Membuat kami tak tega hati Manis ...  Sakitkah kamu hari ini?  Hingga kau selemas ini Tak berdaya dan tak kuasa berdiri lagi Adakah racun telah memasuki tubuhmu?  Hingga kau menderita seperti itu Enggan makan Apalagi bermain-main berkejaran Kaulihat, si Kecilku sedih bukan?  Ikut merasakah rintihanmu Ia hampir menangis, melelehkan air mata Mendapatimu tak bisa apa-apa Kau tahu, Ia sangat menyayangimu Lebih dari sekedar temannya Ia anggap, kau adalah sahabatnya Yang bisa diajak bercanda dan bercerita

Opini Cerpen "Dari Gunuang Omeh ke Jalan Lain di Moskow, Menuju Hukuman Mati di Kediri

Tak terasa, masa oprek ODOP 9 sudah memasuki pekan ke-4. Pada pekan ini, tugas tantangan yang harus dikerjakan adalah menuliskan opini terhadap salah satu dari dua cerpen yang harus dipilih. Dan kali ini saya lebih memilih cerpen pertama yang berjudul "Dari Gunuang Omeh ke Jalan Lain di Moskow, Menuju Hukuman Mati di Kediri", karya Heru Sang Amurwabumi. Cerpen tersebut bisa dibaca juga pada alamat : https://www.ngodop.com/2021/08/dari-gunuang-omeh-ke-jalan-lain-di.html?m=1 Seingat saya, ini adalah cerpen pertama dengan tema sejarah dan perjuangan yang saya baca, sekaligus kesempatan pertama saya untuk belajar menulis opini. Kesan pertama yang saya ungkapkan adalah ini cerpen yang sangat luar biasa keren, ajib sungguh ajib. Amazing, istilah lainnya kalau boleh dibilang, bukan saja tentang isinya, sistematika alur / plotnya, melainkan juga tentang pesan tersirat yang terkandung di dalamnya. Cerita sejarah yang dikemas dalam cerpen yang sangat apik. Awalnya saya mengira ini a

Resign

Resign. Sebuah kata yang mudah diucapkan, tapi perlu banyak pertimbangan dan pemikiran yang matang untuk melakukannya. Satu di antara dua pilihan, antara tetap bertahan atau harus keluar dari pekerjaan. Resign bisa jadi sebuah pilihan berat bagi sebagian orang, yang terpaksa harus diputuskan terkait beberapa faktor, baik alasan maupun akibatnya.  Begitu pula yang terjadi dengan saya. Resign adalah sebuah jalan yang harus saya tempuh, sampai sebanyak tiga kali di tempat yang sama. Tentu banyak yang bertanya apa alasannya dan banyak yang menyayangkan pastinya. Tapi itu memang kemauan saya. Alasan terbesarnya adalah tentu saja alasan keluarga. Alhamdulillahnya, atasan saya begitu baik dan bijaksana, mau dan bisa memahami kondisi dan keinginan saya.  Resign pertama, alasannya adalah ingin membantu mengurusi usaha suami, sebab sebelumnya, sejak saya tinggal kerja, pengurusannya dibantu oleh adik saya. Berhubung saat itu adik saya akan diboyong suaminya ke luar Pulau Jawa, akhirnya sayalah y

Tentang Kita

Sahabat,  Ku termenung dan terdiam merenungi kata-katamu Yang kerap singgah di telingaku Masuk, dan kadang menusuk relung hatiku Tapi aku tak apa Karna kutahu memang begitu karaktermu Sebagai bukti kepedulianmu Untuk menguliti kebodohanku Kamu yang selalu lugas dan tegas Mengatakan apapun  kesalahanku Karna memang aku selalu salah di matamu Atas sifat dan sikapku Aku memang hanya tertawa Menanggapi semua celotehmu Karena aku merasa Kamu memang lebih dariku segala-galanya Tak jarang kita sering bertengkar Tapi tak berapa lama Kita kembali baik-baik saja Lagi-lagi berkelakar Bercanda, tertawa bersama-sama Menggila,  istilah kita Begitu, terus begitu, dan itu sudah biasa Begitulah kita  Paham bagaimana luar dalamnya Tak ada yang ditutupi Tiada yang tersembunyi

Sebait Doa

 "Jangan sedih, Bu!" ratap bocah kecil itu Pilu ...  Air mata membanjiri pipinya, deras Sedari tadi ia termangu, wajahnya pias Di depan ibunya, memelas "Jangan kau menangis, Nak! " bisik Sang Ibu Lembut, menyentuh kalbu Ia tersenyum, meski tak terlihat Ia paham, kepedihannya dirasa berat Bocah kecil tertegun Ditatapnya terus wajah nan anggun Penuh rasa sayang ia cium sang Ibu Perlahan ia usap air matanya Tersenyum manis pada akhirnya "Baiklah Bu, " aku kuat untukmu Untuk masa depan bersama Meski beban berat mengguncang kita Lirih, ia rapalkan doa Agar hidup mereka dimudahkan Kebutuhan dicukupkan Dalam benteng iman dan islam Sang Ibu mendengarnya Meski belum sepenuhnya membuka mata Ia aminkan doa sang putra "Kamu hebat, Nak, kamu kuat! Tetaplah sholih setiap saat, pesan Ibunda Jangan kaupilih jalan sesat Agar engkau selamat Dunia hingga akhirat"

Antara Rasa dan Asa

Barangkali Aku pernah menjadi Penghias mimpi dalam tidur malammu Waktu dulu Bisa jadi Aku pengisi ruang hatimu Seiring desah napas yang terembus Pada masa lalu Pun jua Mungkin pernah pula   Kausebut namaku dalam sepenggal doa Yang kaurapal kala rindu menyapa Tak lupa Pernah kautuangkan semua rasa yang ada Pada sisa- sisa kenangan Di ujung perjalanan Apakah aku terlalu percaya diri?  Ataukah aku yang tak mengerti?  Rasaku sempat melambung tinggi Meriuhkan saat-saat sunyi Kita paham Berharap memiliki tak lebih hanya candaan Bualan kesia-siaan Kecuali menjadi takdir Tuhan Menjadi kemungkinan

Mengenang Hujan

Hujan ...  Sampai kapan engkau kan reda Menghantar pulang kisah kerinduan Akan sebuah kenangan Hujan ...  Kuyup karenamu pernah terasa Berlarian di bawahnya, menggila dalam suka Menuju ujung senja Gigil dalam rengkuhmu Adalah kehangatan tak terkata Kesyahduan tak terkira Luruh dalam dekap yang nyata Andaipun aku kan pulang Hanya mau bersamamu Meski harus berjalan tanpa payung Sungguh teduh, di bawah peluk tanganmu Aah ... hujan yang selalu ada Bukan lagi kamuflase keresahan jiwa Tak perlu lagi aku meminta Berhenti dalam jeda Sepanjang perjalanan

Bermula dari Audisi

        Malam ini saya teringat sebuah buku antologi puisi yang diterbitkan tahun 2014. Pada pojok kiri atas buku berjudul "Sajak Untuk Pemimpin Negeri" ini tertulis Pemenang Audisi Penulis Buku Kumpulan Puisi. Salah satu penulis puisi tersebut adalah jagoan saya. Awalnya saya tak mengira kalau ternyata dia bisa juga berkarya lewat pena. Dalam audisi tersebut memang saya juga ikut dan alhamdulillah masuk juga sebagai salah satu pemenangnya. Hanya saja karya kami tidak tertulis dalam satu buku yang sama. Buku tersebut ada dua volume yaitu 1 dan 2. Nah untuk karyaku ada di volume 1 sedang karya jagoanku ada di volume 2. Sebetulnya puisinya masih sederhana sih, tapi saya cukup bangga dengan karyanya. Di sini akan saya cuplikkan sedikit penggalan puisi jagoanku tersebut yang ada di urutan ke-8, halaman 23-24.  ...  Seperti orang bisu yang tuli Hilang suara Hilang bicara Seperti orang tuli yang buta Hilang hati Hilang peduli Seperti orang buta yang bisu Hilang arah Hilang tujuan .

Obrolan Malam

Oleh : Dwi Prihartini Wahai jelita ...  Sapa malam pada rembulan Yang ranum memancarkan cahaya Purnama utuh menerangi gulita Senyumnya indah menawan Menghibur para bocah penuh kegembiraan Tawa sumringah bersorak ria Bermain dan bercanda  Bersama teman-teman Bulan ...  Pernahkah engkau bersedih?  Kala malam berangsur sepi Karna bocah-bocah tlah lelap dalam mimpi Sedang pagi masih lama mengganti Pernahkah engkau berduka?  Saat malam gelap gulita Kau tak diijinkan hadir menyapa Pada awan yang sedang merana Memikirkan hari esok seperti apa Pernahkah engkau bertanya?  Pada angin penyampai pawarta Tentang sebuah bocoran rahasia Ke mana gigil malam kan ia bawa Bersama larut yang kian terlena Pernahkah engkau khawatir?  Menanti mentari di ujung pagi Sedang ia tak kunjung hadir Tanpa kabar basa-basi ( Dan saat itu ...  Tiba-tiba ikrar terdengar dari Sang Syamsu "Aku di sini ...  Masih setia pada titah Tuhanku Untuk menerangi seisi bumi Tanpa sedikit pun cidera janji" )  Magelang, 19 S

Bolehkah Aku Bertanya?

Kawan ...  Bolehkah aku bertanya?  Mengapa engkau cela putih awan di angkasa Padahal hitam pun engkau tak suka Bolehkah aku bertanya?  Mengapa engkau caci panas mentari Yang menghangatkan seisi bumi Hingga ia malu terbit kembali Bolehkah aku bertanya?  Ada apa dengan manusia Yang saling iri dan membenci Pada semesta alam raya Sampai tak pernah sepi dari petaka Bisakah engkau jelaskan?  Ke mana engkau berjalan Sampai panggilan lantang pun tak kauhiraukan Kembalilah kawan !  Pada tanah yang merindukanmu Jangan engkau tinggalkan Hanya demi hawa nafsu Keserakahan yang tak kan pernah habis kauturutkan

Sunyi

Kesunyian itu adalah waktu Yang berdenting terus berlalu Bergulir tiada jeda Hanya senyap yang terasa Kesunyian ini merambat bisu Merenggut riuh di dalam kalbu Sepi terbiar menerpa jiwa Menghapus jejak buram hingga sirna Ketahuilah ...  Sunyi hanyalah pembatas Antara terpaksa atau ikhlas Melepas rasa yang pernah singgah Kembalilah ...  Untuk hidup secara fitrah Selami makna dan hikmah Berharap diri mampu berbenah Dekaplah sunyi di lorong waktu Untuk memeluk asa yang baru Menuju pintu kebaikan Ujudkan mimpi terfaktakan

Kepada Sang Jiwa

Hai jiwa di dalam diri Janganlah engkau menjadi pendengki Pada sesama insan di bumi Agar tak dilanda sakit hati Hai jiwa sahabat raga Menjauhlah dari sifat angkara Yang menghuni di dalam dada Perantara sebab binasa Hai jiwa yang rakus Tak perlulah berdesas-desus Demi sebuah tendensi khusus Berdamailah secara tulus Hai jiwa yang tamak Singkirkan penilaian tak bijak Yang tersimpan di dalam benak Siangi hati yang bersihkan onak Hai jiwa yang berduri Berhentilah berangkuh diri Dari berbangga dengan prestasi Di balik dosa yang bersembunyi Hai jiwa yang lemah Mari perbanyak muhasabah Benahi ibadah dan muamalah Menuju ridho dan Al Jannah

Ibu yang Tak Akan Kembali

        Alya terduduk lemas. Sungguh siang yang menyedihkan. Berkali-kali ia menyalahkan dirinya sendiri. Untuk ketiga kalinya ia harus kehilangan seorang yang sangat berarti dalam hidupnya tanpa bisa menunggui pada detik-detik akhir kepergiannya.         Siang itu sekira jam sebelas siang, sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah. Alya diboncengkan Arman, teman kerja sekantornya. Ia turun, bergegas hendak masuk ke rumahnya. Namun sebelum ia sempat membuka pintu, Reyna, adiknya telah lebih dahulu membuka pintu sambil tergopoh-gopoh berucap," Mbaak ... Ibu ... mbak ... Ibu ... baru saja menutup mata meninggalkan kita, pulang menghadap ke hadirat-Nya." Spontan Alya menghambur masuk ke rumah. Tergugu, tak ayal tangisnya pun pecah sekeras-kerasnya. Sambil menjerit memanggil nama Sang Ibu, Alya menangis sejadinya, menumpahkan rasa dan penyesalannya. Bukan ia tak ikhlas kehilangan sang bunda untuk selamanya tapi ia sangat menyesal atas keterlambatan menemuinya sehingga ia tak se

Perjalanan dan Kematian

 Maukah kau kukabarkan?  Tentang sebuah perjalanan Pada suatu siang Oleh sebab sebuah berita kematian?  Menyusuri jalan bernuansa pedesaan Yang terhampar oleh keindahan Adalah sebuah kebahagiaan tak terkata Kesyukuran tak terhingga Berkelok likunya jalanan  Dalam derunya laju kendaraan Adalah nikmat tiada tara Yang paling aku suka Pada tempat tujuan yang aku datangi Sang jenazah sudah tak kutemui Karna sudah selesai dimakamkan Tinggal tersisa cerita tentang sakit yang disandang Selama bertahunan Tubuh lekat dengan ranjang Tak bisa lepas barang semenitan Tak bisa aku bayangkan Bagaimanakah selama ini sakit yang dirasakan? 

Biografi Singkat

        Apa kabar teman - teman semua? Masih semangat kan ya ikutan menulisnya? Pada kesempatan ini saya akan menulis tugas pekan kedua tentang biografi singkat salah seorang sastrawan kenamaan Indonesia, WS Rendra. Bertepatan juga tokoh tersebut menjadi nama group kecil saya dalam komunitas ODOP 9 kali ini. Jadi ada baiknya juga kita belajar dan mengingat kembali siapa sebenarnya tokoh ini.        Semasa sekolah dulu, tentu kita pernah mendapatkan pelajaran tentang Bahasa dan Sastera Indonesia. Dalam pelajaran tersebut dijelaskan beberapa periode angkatan sastera beserta tokoh dan karya-karyanya. Beberapa periodisasi sastera tersebut antara lain : Pujangga Lama, Pujangga Baru, Balai Pustaka, Angkatan 1945, 1950, 1966 dan seterusnya.         Nah, seperti telah kita ketahui bersama, WS Rendra, yang memiliki nama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra, adalah salah seorang sastrawan angkatan tahun 1950an, periode setelah kemerdekaan. Karakteristik sastera angkatan ini ditandai dengan

Menuju Rumah Tanpa Riba

        Hujan kembali turun dengan deras, membuat genangan di halaman rumah. Pada suasana seperti ini tentu hal yang sangat nyaman, tenteram dan membahagiakan adalah berkumpul bersama keluarga, bercengkerama penuh keakraban dan kehangatan, berteman secangkir kopi atau teh hangat, ditambah cemilan, semisal gorengan. Atau, semangkuk mie berkuah panas plus sambal. Hemm ... akan nikmat sekali pastinya.         Bercengkerama, bercanda, ngobrol apa saja bersama orang-orang tercinta akan menambah kedekatan satu sama lain, melengkapi perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan. Kemeriahan canda tawa dan berbagi cerita akan meriuhkan suasana sebuah rumah yang bernama keluarga. Bersyukurlah bagi yang memiliki keluarga yang utuh dan bahagia. Rumah akan menjadi sebuah tempat berteduh paling menyenangkan. Tempat berbagi keluh, mengurai masalah, memberi solusi secara utuh, juga sebagai tempat peristirahatan paling nyaman. Tempat menyepi dari segala kegaduhan kehidupan.          Namun, masih banyak di

Hujan dalam Rindu

 Sore tadi ...  Hujan kembali membasahi bumi Yang masih dirundungi pandemi Hingga detik ini Deras airnya menyembuhkan dahaga Menyejukkan jiwa raga Yang sudah kerontang cukup lama Menemani corona yang melanda Namun di seberang sana Tetap saja ada sepotong hati yang meronta Menjerit hingga habis suara Karna wabah tak jua segera reda Mereka rindu bekerja seperti sedia kala Tanpa ada aturan pembatasan gerak Sekolah buka dinanti para siswa Yang juga rindu bersorak dan berjingkrak Dalam hujan sore tadi Kucerna sebuah lagu sendu Rindu yang sampai di telingaku Suara hati si Anak Negeri

Saat Angin Menyapa

Saat angin menyapa Aku hanya sedang berkhayal Bahwa akan ada yang bertanya Sibuk?  "Ya" Sibuk apa?  "Sibuk menata hatiku kembali Yang telah berulang kali kauretakkan Tapi berulang kali pula berhasil kaurekatkan Namun akhirnya ...  Kembali kaupatahkan Lalu angin berkata Dia memang kejam Mempermainkan hati seenaknya Bercanda lalu menyakiti Tertawa lalu kembali melukai Begitu terus setiap kali Aku mengiyakan kebenarannya Tak sedikitpun ingin menyangkal Karena memang begitu adanya Tanpa perlu lagi bersembunyi di bawah bantal Seketika angin pamit pergi Ingin mencari si Pemilik lisan belati Sekadar tuk menasehatinya Bahwa tak selayaknya ia selalu bikin hati cidera Sebelum angin beranjak Aku sempat berpesan Tak perlu engkau marahi Cukup sampaikan pelan - pelan Biarkan ia sadar sendiri Hingga waktu mengabarkan kelak

Sebuah Kata Hukuman

       Hentak. Sebuah kata yang harus kuketik siang ini untuk memulai tulisan. Mengapa?  Sebagai bentuk tanggung jawab pribadi atas  sportivitas dari jawaban saya yang salah tadi malam, usai mengikuti pemaparan dan tanya jawab sebuah materi kepenulisan oleh Andrew Hu, seorang penulis keren yang baru berusia tujuh belas tahun. What? Iya ... keren kan? Pada usia yang masih belia sudah memiliki karya yang luar biasa. Dia punya prinsip "Segala sesuatu akan menjadi emas di tangan yang tepat. " Nah benar sekali kan?                 Pada  kesempatan itu tema yang diusung adalah Memilih Jenis Tulisan Fiksi Yang Sesuai Karakter. Sebagai nara sumber dalam acara itu, dia masih sempat memberikan hiburan renyah dan meriah berupa games tebak kata pada akhir acara. Nah di situlah saya mendapat lemparan pertama.                 Dari jawaban salah itu pula saya jadi mengerti bahwa kata yang benar sesuai KBBI adalah entak. Ketahuan dech kalau tidak mengikuti perkembangan kosa kata. Hehe ... Bo

Sudahkah Kita Bersyukur?

        Apa kabar semua? Semoga selalu sehat ya ! Sehat adalah sebuah nikmat besar yang sering kita abaikan. Padahal sehat adalah pondasi utama seseorang untuk melakukan aktivitas apapun yang wajib kita syukuri.         Sehat yang dimaksud tentu tidak hanya sehat jasmani,  namun yang tak kalah penting adalah sehat rohani. Menurut saya salah satu ciri simple bahwa orang itu sehat adalah jika ia bisa merasakan makan minum dengan enak, meskipun hanya sekadar dengan garam atau sambal. Hehe ....         Kesehatan akan terasa mahal harganya bagi yang tengah merasakan sakit. Bila kita pernah mengalami sakit, pasti kita juga  merasakannya. Tetapi apakah harus dengan sakit lebih dulu agar kita bisa menghargai kesehatan? Tentu saja tidak, bukan? Tentu tak seorang pun yang menginginkan sakit, seringan apapun. Namun jika kita terpaksa diberi sakit, kita juga tidak dianjurkan untuk mengeluh, apalagi sampai menghujat Alloh. Kesakitan yang diberikan adalah sebuah ujian yang harus kita terima dengan i

Takdir yang Unik

   Siang itu, mendadak mendung bergelayut. Asri baru saja selesai dari rutinitas paginya. Menyapu, memasak, mencuci dan menjemur baju. Sebagai seorang ibu rumah tangga, sebisa mungkin Asri melakukan pekerjaan rumahnya dengan baik, semampunya. Apa yang bisa ia lakukan, sementara hanya itu.         Tak seperti biasa, ia tiba-tiba merasakan kepalanya pusing dan berputar. Bergegas ia masuk kamar, merebahkan badan, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan,  seperti pingsan. Asri memang memiliki tekanan darah rendah, sehingga sudah cukup paham apa yang harus dilakukan bila keadaan seperti itu menyerang.         Sedari pagi memang Asri belum sempat sarapan, sebab memang begitulah kebiasaan Asri jika sudah berkutat dengan pekerjaan. Namun itu semua dilakukan Asri dengan ikhlas dan senang hati. Ia jarang mengeluh. Bahkan ketika sakit pun, ia lebih sering diam, kecuali memang sudah terpaksa tak tahan. Sejak kecil ia sudah terbiasa memendam kesakitan seorang diri.  Kehidupannya sebagai anak

Menulislah

Senin, 6 September 2021        Bagi kebanyakan orang, menulis merupakan sebuah kegiatan yang sulit untuk dilaksanakan, karena belum terbiasa dan terlatih. Namun sulit berarti bukan tidak bisa untuk dipelajari. Segala sesuatu di dunia ini, sesulit apapun suatu hal, asal punya kemauan dan keberanian untuk memulai, pasti suatu saat akan memperoleh hasil yang menggembirakan. Maka jangan pernah takut untuk memulai menulis. Kapan? Ya dari sekarang.         Apakah itu menulis? Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) menulis adalah bentuk kata kerja yang memiliki dua makna yaitu : 1. Membuat huruf ( angka dan sebagainya) dengan pena ( pensil, kapur dan sebagainya ) 2. Melahirkan pikiran atau perasaan ( mengarang, membuat surat ) dengan tulisan.        Jadi menurut pemahaman saya, menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan. Ide bisa datang dari mana saja. Entah dari pengalaman kita sendiri atau orang lain. Ide yang terdekat adalah peristiwa atau kejadian sehari-ha

Refreshing

       Pernahkah kalian mengalami kejenuhan? Tentu pernah kan ya? Saya rasa setiap orang pernah mengalami rasa jenuh, baik yang belajar maupun bekerja. Tatkala kejenuhan itu melanda, ada baiknya kita jeda sejenak dari kesibukan untuk bersantai.         Refreshing atau penyegaran kembali pikiran setelah rutinitas yang padat memang sangat diperlukan. Tujuannya adalah agar setelah refreshing kita bisa kembali bekerja dan melakukan aktivitas selanjutnya dengan energi dan semangat yang lebih baik.         Sebetulnya refreshing tidak harus dilakukan dengan biaya yang mahal dan berwisata ke tempat yang jauh.  Pergi ke tempat dekat pun bisa. Bahkan bisa dengan jalan-jalan saja melihat pemandangan sekitar lingkungan tempat tinggal kita.        Cara orang untuk melakukan refreshing pun berbeda-beda. Ada yang dengan berkebun, membaca buku kesayangan, pergi jalan-jalan dengan keluarga, teman atau saudara. Bisa juga dengan berolah raga seeprti bersepeda, senam, berenang, bermain bulu tangkis, baske

Takut

 Takut        Pernahkah kalian memiliki rasa takut? Takut kepada apakah? Lalu bagaimana cara mengatasi rasa takut itu?         Barangkali ada memang orang yang tak pernah memiliki rasa takut sama sekali, namun saya kira hampir setiap orang pernah memiliki rasa takut, entah dalam taraf ringan, sedang maupun berat sekalipun. Dalam tingkatan wajar ataupun tak wajar. Obyek ketakutan pun bermacam-macam. Ada yang takut kepada hewan, suara keras, ketinggian, orang dan sebagainya.         Nah di sini saya akan bercerita sedikit tentang ketakutan yang pernah saya alami. Salah satu ketakutan itu adalah kepada pencopet. Mengapa? Beberapa kali saya naik angkot atau bis, kebetulan berbarengan dengan pencopet. Ndilalahnya, saya juga pernah melihat seorang pencopet beraksi di depan saya.         Namun tahu tidak bahwa ternyata ketakutanku pada suatu siang berakhir dengan kegelian? Bagaimana ceritanya?         Saat itu siang hari, saya pulang kerja bersama seorang teman. Sebut saja namanya Tatik. Kami

Filosofi Sekotak Nasi Berkat

        Pernahkah kalian mendengar ungkapan tentang "Nasi Berkat"? Pada kesempatan kali ini  saya akan sedikit berbagi tentang filosofi sekotak nasi berkat yang pernah saya dapat. Adakah makna dan nilai yang terkandung di dalamnya?         Sebagian orang barangkali ada yang tidak atau belum mengenal istilah ini.  Sebetulnya nasi berkat ini masih sering dijumpai, terutama di desa-desa yang masih lekat dengan budaya " kenduri". Iya, nasi berkat adalah istilah nasi yang didapatkan setelah kenduri atau acara slametan, begitu orang Jawa menyebutnya. Sedangkan acara slametan adalah tradisi mengumpulkan orang untuk bersama-sama membaca doa (tahlil) yang dikirimkan untuk arwah para leluhur keluarga yang mengadakan acara tersebut.         Kapan acara itu dilaksanakan? Biasanya bersamaan dengan adanya keperluan atau sebuah hajat tertentu sebuah keluarga, meskipun ada juga yang murni acara berkirim doa. Setelah acara itu selesai, pengunjung yang hadir akan diberikan sekotak na

Menulis

       Aku ingin menulis. Ini adalah salah satu kegiatan yang ingin kukembangkan. Menurutku, sebetulnya menulis itu mengasyikkan, hanya saja karena belum terlatih dan belum banyak mengetahui seluk-beluk kepenulisan, maka jadilah merasa, menulis ini masih susah. Tetapi aku ingin terus belajar agar suatu saat tulisanku lebih baik dan berkualitas dan bermakna bagi siapa saja.         Selama ini, kebanyakan tulisanku masih berupa puisi, itu pun masih dengan kata-kata yang sederhana nan lugu. Namun aku tetap suka, entah bagaimana penilaian orang yang membacanya. Mengapa? Tak lain sebabnya adalah karena kuanggap karya itulah yang paling mudah bagiku untuk menciptakannya.         Jujur kuakui, masih kesulitan bila harus menulis yang berbau ilmiah, atau mungkin bisa dikatakan, itu bukan bidang saya. Saya cenderung lebih suka kepada fiksi, itu pun baru sebatas cerpen. Untuk melangkah ke novel, saya belum berani.         Kalau ditanya apakah pernah ikut mencoba sebuah event? Pernah. Saat itu beb

Malam Pertama

Malam Pertama  Malam ini ... Adalah malam di mana aku akan bertemu Dengan pembelajaran babak baru dalam komunitas menulis terbaruku Bagiku ...  Ini adalah anugerah dan karunia besar Untuk belajar dan belajar  Menambah ilmu  Menuju sebuah tulisan lebih bermutu Singkirkan ketakutan Kedepankan keberanian Menulis, menulis dan menulis saja Fokus untuk bisa Menulis, menulis dan menulis terus Agar kualitas semakin bagus Jangan pernah ragu Untuk berkarya lewat pena Meski hanya Berawal dari hal yang sederhana Mari tunjukkan Bahwa kita bisa Rabu, 1 September 2021